INFO RENGASDENGKLOK – Menjelang Hari Raya Idulfitri 2025, tren Tarian Penguin THR kembali mencuri perhatian warga Indonesia, termasuk di Rengasdengklok. Tarian yang awalnya dikenal sebagai hiburan anak-anak ini kini jadi sorotan karena diklaim mirip dengan tarian tradisional Yahudi, seperti Hora. Namun, benarkah tuduhan ini? Artikel ini akan mengupas fakta, opini, dan dampaknya di tengah masyarakat lokal.
Asal-usul Tarian Penguin THR
Tarian Penguin, yang kini populer sebagai “Tarian Pemanggil THR,” pertama kali viral di media sosial seperti TikTok pada awal April 2025. Gerakannya sederhana: melangkah ke kanan-kiri, diikuti lompatan kecil, sering dilakukan dalam formasi lingkaran. Tren ini awalnya hanya dianggap sebagai ekspresi keceriaan menyambut Tunjangan Hari Raya (THR), namun kontroversi muncul ketika warganet membandingkannya dengan Tarian Hora Yahudi.
Sejumlah sumber menyebut Tarian Penguin sebenarnya berakar dari hiburan anak-anak Eropa, bahkan ada yang mengaitkannya dengan lagu Letkis dari Finlandia pada 1960-an. Sementara itu, Tarian Hora adalah tradisi Yahudi yang melambangkan kegembiraan dan solidaritas, populer di acara seperti pernikahan. Kemiripan gerakan memicu spekulasi, tapi belum ada bukti kuat bahwa Tarian Penguin THR sengaja meniru Hora.
Reaksi Warga Rengasdengklok
Di Rengasdengklok, tren ini mendapat sambutan beragam. “Saya lihat anak-anak di kampung senang ikut joget, tapi setelah ada kabar soal Yahudi, orang tua mulai khawatir,” ujar Ibu Sari, warga setempat. Sebagian warga menilai ini hanya hiburan biasa, sementara yang lain mempertanyakan kesesuaiannya dengan nilai budaya dan agama lokal.
Tokoh masyarakat, Haji Ahmad, mengimbau warga untuk bijak menyikapi tren. “Kalau cuma buat seru-seruan, ya tak apa. Tapi kalau ada unsur penyerupaan yang sensitif, lebih baik kita hindari,” katanya kepada Inforengasdengklok.com, Jumat (04/04/2025).
Opini: Kreativitas atau Sensitivitas?
Menurut hemat kami, kemiripan Tarian Penguin THR dengan Hora lebih sebagai kebetulan. Tarian ini berkembang dari kreativitas global yang tak terikat pada satu budaya tertentu. Namun, di Indonesia—termasuk Rengasdengklok—sensitivitas budaya dan agama sering jadi penutup diskusi. Bagi sebagian, tarian ini hanyalah hiburan Lebaran 2025 yang tak perlu dibesar-besarkan. Tapi bagi yang lain, ini jadi pengingat untuk selektif mengikuti tren.
Tips Menyikapi Tren Viral
Bagi warga Rengasdengklok yang ingin tetap menikmati euforia Lebaran tanpa polemik, berikut saran praktis:
- Cek Sumber Informasi: Jangan langsung percaya klaim media sosial, cari tahu asal-usulnya.
- Jaga Nilai Lokal: Sesuaikan tren dengan budaya Rengasdengklok agar tetap relevan.
- Fokus pada Makna: Lebaran adalah tentang silaturahmi, bukan hanya tren semata.
Tarian Penguin THR boleh jadi hiburan seru di Lebaran 2025, tapi kontroversi ini mengajak kita refleksi: seberapa jauh kreativitas boleh melangkah sebelum menyentuh sensitivitas? Di Rengasdengklok, jawabannya mungkin ada pada kearifan lokal yang selama ini jadi pegangan. Bagaimana pendapat Anda? Tulis di kolom komentar! (AlamGerilya)
Kesempatan untuk Aktivis Pers Sekolah, Pers Kampus, dan Jurnalis Warga.Ingin karya Anda dimuat di situs web ini? Kami membuka kesempatan bagi Anda untuk berbagi tulisan dan cerita! Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut di
081318551813.